Aku menutup telingaku rapat-rapat agar riuh mereka tidak memaksa masuk di otakku. Tentang kita yang tidak mungkin bersama. Bahwa selamanya si cupid tidak akan pernah ada untuk memanah hatimu untukku "Biarkan saja kami yang tahu, kalian hanya penonton drama yang tidak selamanya menentukan akhir ceritaku." Kemudian mereka merangkulku erat-erat seakan memeluk gadis yang bernasib paling buruk sedunia. Tapi lagi-lagi bersamamu nasib burukku bisa ku hadapi begitu saja.
Aku tahu kini kamu kembali, disampingku, bersamaku, tapi kamu tahu sayang kita ada tapi saling meniadakan. Kita bersama tapi saling menghilangkan. Kita berdampingan tapi seakan terhalang jarak. Hal yang begitu tak pernah ku mengerti tapi aku selalu mengerti bahwa aku (masih) menyayangimu. Sekarang setelah sabar menunggu selama setahun, prasangka itu terjawab sudah. Memang, hubungan kita tidak bergerak sama sekali. Kita berjalan, mengelilingi rute di poros yang sama setiap harinya; iya kita tidak berpindah.
Aku bahkan mencoba tidak memperdulikan perubahan sikapmu. Kamu yang menjadi begitu dingin. Menjawab pesanku dengan jumlah karakter yang bisa dihitung jari-jari mungilku. Kemudian angin berbisik bahwa kamu kini bersamanya. Dan sorot matamu yang sama sekali tak pernah membiaskan kasih. Aku tetap berdiri bagai patung tugu yang tak peduli apapun kondisi terburuk yang menerpanya. Aku tetap berusaha memelukmu dalam bayangan hingga sekarang.
Satu tahun sayang, aku sudah berhasil mengubur dalam-dalam presepsi mereka tentang pergi dan kembalimu. Aku tidak peduli, namun intensistas ketidakpedulianku yang semakin merajai ini membuatku semakin enggan melangkah pergi.
dari pengagummu,
yang paling egois dan paling bodoh,
yang masih saja bertahan dengan serpihan.